Dalam menciptakan hubungan yang baik dengan pasangan, teman, sahabat bahkan rekan kerja. Dibutuhkan attitude yang baik. Baik tutur kata ataupun sikap. Mau sedekat apa pun, tetaplah menjaga sikap. Agar hubungan tetap terjaga. Bersikap lah profesional, meskipun itu pada keluarga mu sendiri. Karena itu yang akan menentukan kualitas dirimu. Menjaga sikap, sama dengan menjaga egomu. Belajar mengontrol. Belajar mengontrol sikap sehingga secara tidak langsung andapun akan semakin mudah mengontrol amarah dan ego.
Besarnya Kekuatan Sebuah Perkataan Dan Kalimat Bisa Menghancurkan Hati
Bersikap profesional itu penting. Karena akan menjaga dirimu, perasaan orang lain, dan hubungan mu dengan banyak orang. Kadang orang yang sudah terlalu nyaman di suatu tempat atau dengan orang tertentu, malah kehilangan kendali mengontrol diri dan omongan. Sehingga kadang suka semenah-menah dan melewati batas. Tanpa berpikir perasaan orang tersebut. Dan kita tidak akan tahu apakah sikap atau perkataan kita akan membekas di orang tersebut. Salah satu contoh terdekat adalah ibuku.
Dia sudah menjadi single parent selama 14 tahun sejak ayah kami meninggal. Dan dia sendiri harus menguatkan dirinya dan juga anak-anaknya. Dia menjadi punggung keluarga. Mencari nafkah dan juga memberikan kami 4 orang anaknya makan. Dan masih membiayai sekolah kami, apalagi sejak ayah meninggal, aku saat itu masih di bangu SD. Panjang sekali masa ibu saya harus bekerja keras untuk semua itu. Dan memang, mengurus 4 orang anak tidaklah mudah. Apalagi hanya sendiri. Dengan karakter yang berbeda-beda.
Dan kita anak-anak semua keras kepala. Apalagi aku dan kakak ku yang kedua. Kami berdua paling sering bikin ulah di rumah. Mungkin karena posisinya aku masih bocah, dan kakakku sudah kuliah, jadi di keluarga besar, kebandelannya lebih di soroti. Sampai satu waktu adik papa datang ke rumah, dan ngobrol dengan ibuku. Semua keluarga besar papa tahulah bandelnya kakak kedua ku. Sampai saat itu, om ku mengatakan kepada ibuku, “Apakah kamu tahu cara mendidik anak? Kenapa kakakku bisa sebandel itu”. Dan siapa sangka itu ucapan belasan tahun lalu. Dan sampai sekarang ibuku masih mengingat jelas. Sehingga kalimat itu selalu menampar ibuku, dan merasa tidak becus jadi orang tua.